·
Pandangan Hidup sebagai Orientasi dalam Bertingkah Laku
Latar
Belakang
Secara sederhana IBD (Ilmu Budaya Dasar) adalah pengetahuan yang
diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengcrtian umum tentang
konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah dan kebudayaan.
Istilah IBD dikembangkan di Indonesia sebagai pengganti istilah Basic
Humanities yang berasal dari istilah bahasa Inggris “The Humanities’. Adapun
istilah Humanities itu sendiri berasal dari bahasa Latin Humanus yang bisa
diartikan manusiawi, berbudaya dan halus (fefined). Dengan mempelajari The
Humanities diandaikan seseorang ‘akan bisa mcnjadi lebih manusiawi, lebih
berbudaya dan lebih halus. Secara demikian bisa dikatakan bahwa The Humanities
berkaitan dengan masalah nilai-nilai, yaitu nilai-nilai manusia sebagai homo
humanus atau manusia berbudaya. Agar. manusia bisa menjadi humanus, mereka
harus mempelajari ilmu yaitu The Humanities di samping tidak mehinggalkan
tanggung jawabnya yang lain sebagai manusia itu sendiri. Kendatipun demikian,
Ilmu Budaya Dasar (atau Basic Humanities) sebagai satu matakuliah tidaklah
identik dengan The Humanities (yang disalin ke dalam bahasa Indonesia menjadi:
Pengetahuan Budaya).
Pengetahuan Budaya (The Humanities) dibatasi sebagai pengetahuan yang
mencakup keahlian cabang ilmu (disiplin) seni dan filsafat. Keahlian ini pun
dapat dibagi-bagi lagi ke dalam berbagai bidang kahlian lain, seperti seni
sastra, seni tari, seni musik, seni rupa dan lain-lain. Sedang Ilmu Budaya
Dasar (Basic Humanities) sebagaimana dikemukakan di atas, adalah usaha yang
diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang
konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan
kebudayaan. Masalah-masalah ini dapat didekati dengan menggunakan pengetahuan
budaya (The Humanities), baik secara gabungan berbagai disiplin dalam
pengetahuan budaya ataupun dengan menggunakan masing-masing keahlian di dalam
pengetahuan budaya (The Humanities). Dengan poerkataan lain, Ilmu Budaya Dasar
menggunakan pengertian-pengertian yang berasa! dari berbagai bidang
pengetahuan budaya untuk mengembangkan wawasan pemikiran dan kepekaan dalam
mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan.
Salah satu dasar yang harus dikuasai mahasiswa sebelu membahas dan juga
mempelajari materi tentangIBD maka ada materi yang harus dikuasai dan juga
dipahami dengan baik. Salah satu materi tersebut adalah nilai budaya, penting
diketahui karena dengan memahami nilai budaya ini maka kita akan dapat mengerti
hakekat kebudayaan dan dan juga budaya manusia sehingga tetap dapat hidup dan
membuat suatu kebudayaan baru.
masyarakat
secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak patut.
Kata budaya atau kebudayaan itu sendiri berasal dari bahasa Sanskerta
yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Secara
lebih rinci, banyak hal-hal yang dapat kita pelajari tentang definisi
kebudayaan. Bagaimana cara pandang kita terhadap kebudayaan, serta bagaimana
cara untuk menetrasi kebudayaan yang faktanya telah mempengaruhi kebudayaan
lain. Jadi kesimpulan dari pengertian kebudayaan adalah hasil karya cipta karsa
manusia yang berasal dari alam sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup
bersama.
Theodorson dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai merupakan sesuatu
yang abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip – prinsip umum dalam
bertindak dan bertingkah laku. Keterikatan orang atau kelompok terhadap nilai
menurut Theodorson relatif sangat kuat dan bahkan bersifat emosional. Oleh
sebab itu, nilai dapat dilihat sebagai tujuan kehidupan manusia itu sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan nilai budaya itu sendiri sduah dirmuskan
oleh beberapa ahli seperti :
·
Koentjaraningrat
Menurut Koentjaraningrat (1987:85) lain adalah nilai budaya terdiri dari
konsepsi – konsepsi yang hidup
dalam alam fikiran
sebahagian besar warga
masyarakat mengenai hal – hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem
nilai yang ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam
bertindak. Oleh karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang
mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara – cara, alat – alat, dan
tujuan – tujuan pembuatan yang tersedia.
·
Clyde
Kluckhohn dlam Pelly
Clyde Kluckhohn dalam Pelly (1994) mendefinisikan nilai budaya sebagai
konsepsi umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan
dengan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan
tentang hal – hal yang diingini dan tidak diingini yang mungkin bertalian
dengan hubungan orang dengan lingkungan dan sesama manusia.
·
Sumaatmadja
dalam Marpaung
Sementara itu Sumaatmadja dalam Marpaung (2000) mengatakan bahwa pada
perkembangan, pengembangan, penerapan
budaya dalam kehidupan,
berkembang pula nilai – nilai yang melekat di masyarakat yang mengatur
keserasian, keselarasan, serta keseimbangan. Nilai tersebut dikonsepsikan
sebagai nilai budaya.
Selanjutnya, bertitik tolak dari pendapat diatas, maka dapat dikatakan
bahwa setiap individu dalam melaksanakan aktifitas vsosialnya selalu
berdasarkan serta berpedoman kepada nilai – nilai atau system nilai yang ada
dan hidup dalam masyarakat itu sendiri. Artinya nilai – nilai itu sangat banyak
mempengaruhi tindakan dan perilaku manusia, baik secara individual, kelompok
atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau
tidak patut
Suatu nilai apabila sudah membudaya didalam diri seseorang, maka nilai
itu akan dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk di dalam bertingkahlaku. Hal
ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari – hari, misalnya budaya gotong royong,
budaya malas, dan lain – lain. Jadi, secara universal, nilai itu merupakan
pendorong bagi seseorang dalam mencapai tujuan tertentu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai budaya adalah suatu bentuk konsepsi
umum yang dijadikan pedoman dan petunjuk di dalam bertingkah laku baik secara
individual, kelompok atau
·
Kaitan
Manusia Dengan Kebudayaan
Manusia seperti yang kita tahu, sangat erat
kaitannya dengan arti kebudayaan. Kebudayaan itu ibaratnya seperti ciri khas
dari manusia yang menggunakan kebudayaan tersebut. Banyak sekali kebudayaan di
negara Indonesia tercinta kita ini, salah satunya adalah seperti kebudayaan
Jawa, dan masih banyak lagi.
Hakikat
manusia dalam melestarikan dan menjaga kebudayaan adalah suatu keharusan agar
tidak terpengaruh oleh kebudayaan lainnya. Kita harus menjaga keaslian budaya
kita karena kebudayaan tersebut merupakan warisan dari nenek moyang kita
dahulu. Namun akhir-akhir ini, kita pasti sudah tahu kalau banyak dari kebudayaan
di negara kita ini telah terpengaruh oleh kebudayaan luar, khususnya kebudayaan
barat. Ya, itu benar. Ini merupakan efek dari arus globalisasi yang sangat
kencang sehingga banyak kebudayaan-kebudayaan dari luar yang bebas keluar masuk
ke dalam negara kita ini sehingga kebudayaan kita agak sedikit ‘terpengaruh’
oleh kebudayaan luar, khususnya kebudayaan barat. Ini merupakan kelalaian
masyarakat sekarang yang tidak mampu menjaga keaslian budaya itu merupakan
warisan dari nenek moyang kita terdahulu. Tapi ini sudah terlambat untuk
diatasi. Mengapa? Ibaratnya itu kita seperti berjalan melawan arus yang sangat
kencang, seperti itulah yang masyarakat kita sedang alami. Mereka tidak
mempersiapkan pertahanan untuk melawan arus kencang tersebut. Bahkan mereka
mulai mengikuti arah arus tersebut. Hal ini sangat berbahaya karena jika ini
dibiarkan terus maka kebudayaan asli kita akan perlahan-lahan hilang. Tidakkah
kita berpikir, bagaimana dengan anak cucu kita kelak yang akan mewariskan
kebudayaan kita, sedangkan kebudayaannya itu sudah ‘tercemar’ oleh kebudayaan
asing atau luar? Apakah mereka akan bangga dengan kebudayaannya itu? Sungguh
ironis memang.
Jadi kesimpulan dari uraian di atas
adalah kaitan manusia dan kebudayaan sangatlah erat, sebab kebudayaan timbul
karena hasil karya cipta dan karsa dari manusia itu sendiri. Dengan kebudayaan
dapat mengatur kehidupan manusia untuk hidup bersosialisasi dengan manusia lain
di sekitarnya. Dan kebudayaan dapat hilang karena masuknya budaya lain. Oleh sebab
itu, banyak suku lain menolak kebudayaan dari luar di khawatirkan akan merusak
kebudayaan yang mereka anut sejak jaman dahulu.
·
Orientasi
Nilai Budaya
Terdapat banyak nilai kehidupan yang ditanamkan oleh setiap budaya yang
ada di dunia. Nilai kebudayaan pasti berbeda-beda pada dasarnya tetapi kesekian
banyak kebudayaan di dunia ini memiliki orientasi-orientasi yang hampir sejalan
terhadap yang lainnya. Jika dilihat dari lima masalah dasar dalam hidup
manusia, orientasi-orientasi nilai budaya hampir serupa.
Kluckhohn dalam Pelly
(1994) mengemukakan bahwa
nilai budaya merupakan sebuah
konsep beruanglingkup luas
yang hidup dalam
alam fikiran sebahagian besar
warga suatu masyarakat, mengenai apa yang paling berharga dalam hidup.
Rangkaian konsep itu satu sama lain saling berkaitan dan merupakan sebuah
sistem nilai – nilai budaya.
Secara fungsional sistem
nilai ini mendorong
individu untuk berperilaku seperti apa
yang ditentukan. Mereka
percaya, bahwa hanya
dengan berperilaku seperti itu
mereka akan berhasil (Kahl, dalam Pelly:1994). Sistem nilai itu menjadi pedoman
yang melekat erat secara emosional pada diri seseorang atau sekumpulan orang,
malah merupakan tujuan hidup yang diperjuangkan. Oleh karena itu, merubah
sistem nilai manusia tidaklah mudah, dibutuhkan waktu. Sebab, nilai – nilai
tersebut merupakan wujud ideal
dari lingkungan sosialnya.
Dapat pula dikatakan
bahwa sistem nilai budaya
suatu masyarakat merupakan
wujud konsepsional dari kebudayaan mereka, yang seolah – olah
berada diluar dan di atas para individu warga masyarakat itu.
Lima Masalah Dasar Dalam Hidup yang Menentukan Orientasi Nilai Budaya
Manusia ( kerangka Kluckhohn ) :
· Hakekat Hidup
Hidup itu
buruk
Hidup itu
baik
Hidup bisa
buruk dan baik, tetapi manusia tetap harus bisa berikthtiar agar hidup bisa
menjadi baik.
Hidup
adalah pasrah kepada nasib yang telah ditentukan.
· Hakekat Karya
Karya itu
untuk menafkahi hidup
Karya itu
untuk kehormatan.
· Persepsi Manusia Tentang Waktu
Berorientasi
hanya kepada masa kini. Apa yang dilakukannya hanya untuk hari ini dan esok.
Tetapi orientasi ini bagus karena seseorang yang berorientasi kepada masa kini
pasti akan bekerja semaksimal mungkin untuk hari-harinya.
Orientasi
masa lalu. Masa lalu memang bagus untuk diorientasikan untuk menjadi sebuah
evolusi diri mengenai apa yang sepatutnya dilakukan dan yang tidak dilakukan.
Orientasi
masa depan. Manusia yang futuristik pasti lebih maju dibandingkan dengan
lainnya, pikirannya terbentang jauh kedepan dan mempunyai pemikiran nyang lebih
matang mengenai langkah-langkah yang harus di lakukann nya.
· Pandangan Terhadap Alam
Manusia
tunduk kepada alam yang dashyat.
Manusia
berusaha menjaga keselarasan dengan alam.
Manusia
berusaha menguasai alam.
· Hubungan Manusia Dengan Manusia
Orientasi
kolateral (horizontal), rasa ketergantungan kepada sesamanya, barjiwa gotong
royong.
Orientasi
vertikal, rasa ketergantungan kepada tokoh-tokoh yang mempunyai otoriter untuk
memerintah dan memimpin.
o
Individualisme,
menilai tinggi uaha atas kekuatan sendiri.
4. Berbagai
kebudayaan mengkonsepsikan masalah
universal ini dengan berbagai variasi
yang berbeda –
beda. Seperti masalah
pertama, yaitu mengenai hakekat hidup manusia. Dalam banyak
kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Budha misalnya, menganggap hidup itu
buruk dan menyedihkan. Oleh karena itu pola kehidupan masyarakatnya berusaha
untuk memadamkan hidup itu guna mendapatkan
nirwana, dan mengenyampingkan segala
tindakan yang dapat menambah rangkaian hidup kembali
(samsara) (Koentjaraningrat, 1986:10). Pandangan seperti
ini sangat mempengaruhi
wawasan dan makna
kehidupan itu secara keseluruhan.
Sebaliknya banyak kebudayaan yang berpendapat bahwa hidup itu baik. Tentu
konsep – konsep kebudayaan yang berbeda ini berpengaruh pula pada sikap dan
wawasan mereka.
5. Masalah kedua mengenai hakekat kerja atau
karya dalam kehidupan. Ada kebudayaan yang memandang bahwa kerja itu sebagai
usaha untuk kelangsungan hidup (survive) semata. Kelompok ini kurang tertarik
kepada kerja keras. Akan tetapi ada juga yang menganggap kerja untuk
mendapatkan status, jabatan dan kehormatan. Namun, ada yang berpendapat bahwa
kerja untuk mempertinggi prestasi. Mereka ini berorientasi kepada prestasi
bukan kepada status.
6. Masalah ketiga mengenai orientasi manusia
terhadap waktu. Ada budaya yang memandang penting masa lampau, tetapi ada yang
melihat masa kini sebagai focus usaha dalam perjuangannya. Sebaliknya ada yang
jauh melihat kedepan. Pandangan yang berbeda dalam dimensi waktu ini sangat
mempengaruhi perencanaan hidup masyarakatnya.
7. Masalah keempat berkaitan dengan kedudukan
fungsional manusia terhadap alam. Ada yang percaya bahwa alam itu dahsyat dan
mengenai kehidupan manusia. Sebaliknya ada yang menganggap alam sebagai
anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk dikuasai manusia. Akan tetapi, ada juga
kebudayaan ingin mencari harmoni dan keselarasan dengan alam. Cara pandang ini
akan berpengaruh terhadap pola aktivitas masyarakatnya.
8. Masalah kelima menyangkut hubungan antar
manusia. Dalam banyak kebudayaan hubungan ini tampak dalam bentuk orientasi
berfikir, cara bermusyawarah, mengambil keputusan dan bertindak. Kebudayaan yang
menekankan hubungan horizontal (koleteral) antar individu, cenderung untuk
mementingkan hak azasi, kemerdekaan dan kemandirian seperti terlihat dalam
masyarakat – masyarakat eligaterian. Sebaliknya kebudayaan yang menekankan
hubungan vertical cenderung untuk mengembangkan orientasi keatas (kepada
senioritas, penguasa atau pemimpin). Orientasi ini banyak terdapat dalam
masyarakat paternalistic (kebapaan). Tentu saja pandangan ini sangat
mempengaruhi proses dinamika dan mobilitas social masyarakatnya.
9. Inti permasalahan disini seperti yang
dikemukakan oleh Manan dalam Pelly (1994) adalah siapa yang harus mengambil
keputusan. Sebaiknya dalam system hubungan vertical keputusan dibuat oleh
atasan (senior) untuk semua orang. Tetapi dalam
masyarakat yang mementingkan
kemandirian individual, maka
keputusan dibuat dan diarahkan kepada masing – masing individu.
Irfan Ramadhan
14113482
1KA08
Irfan Ramadhan
14113482
1KA08